• LinkedIn

Monday, October 31, 2016

Simbol Mimpi Menurut Ilmu Psikologi

5:27 AM // by novykhayra // No comments

Salah satu buku yang saya suka dari perpustakaan di kampus saya (FISIP UNDIP waktu masih di Pleburan) adalah buku psikologi yang membahas tentang teori Jung. Walau dalam fakultas kami tidak terdapat jurusan psikologi, tapi disiplin ilmu penting menjadi teori dasar komunikasi memahami kepribadian orang adalah kunci kesuksesan berkomunikasi.

Nah, lalu apa hubungannya teori Jung dengan mimpi? Tentu ada! Dalam teorinya Jung membahas tentang “collective unconsciousness” atau ketidaksadaran kolektif. Dimana teori inilah yang dimanfaatkan oleh pengiklan untuk menjual produknya, karena menjadi senjata untuk menerobos bawah sadar orang banyak supaya produk yang dijualnya laris. Hehe…


Ouch.. salah arah, deh.. hihi  :p Ok, jadi maksud Jung itu gimana sih?

Doktrin Jung

Doktrin Jung yang dikenal dengan psikologi analitis (analytical psychology), sangat dipengaruhi oleh mitos, mistisisme, metafisika, dan pengalaman religius (Yadi Purwanto, 2003: 121). Ia percaya bahwa hal ini dapat memberikan keterangan yang memuaskan atas sifat spiritual manusia. Jung mendefinisikan kembali istilah-istilah psikologi yang dipakai pada saat itu, khususnya yang dipakai oleh Freud. (Btw, Freud itu siapa? Dia adalah guru Jung yang sekaligus pelopor teori psikoanalis.)




Berbeda dengan Freud yang menggunakan istilah Id, ego, dan superego.  Sebagai gantinya, Jung menggunakan istilah conciousness (kesadaran), personal unconciousness (ketidaksadaran pribadi), dan collective unconciousness (ketidaksadaran kolektif).Conciousness dan personal unconciousness sebagian dapat diperbandingkan dengan id dan ego, tetapi terdapat perbedaan yang sangat berarti antara superego-nya Freud dengan collective unconciousness, karena Jung percaya bahwa yang terakhir ini adalah wilayah kekuatan jiwa (psyche) yang paling luas dan dalam, yang mengatur akar dari empat fungsi psikologis, yaitu sensasi, intuisi, pikiran, dan perasaan. Selain itu, juga mengandung warisan memori-memori rasial, leluhur dan historis.

Setelah pengantar panjang kali lebar, kita masuk ke pembahasan utama ya… semoga masih fokus.
Untuk dapat mengerti aspek-aspek metafisik dalam teori mimpi Jung, mari  kita harus menelusuri dan memahami berbagai istilah yang biasa dipakai oleh Jung di dalam menguraikan teori mimpinya


Archetype dan Autonomous Complex

Dalam psikologi Jung, ketidaksadaran kolektif dapat terdiri atas komponen komponen dasar kekuatan jiwa yang oleh Jung disebut sebagai archetype. Archetype merupakan konsep universal yang mengandung elemen mitos yang luas. Konsep archetype ini sangat penting dalam memahami simbol mimpi karena ia menjelaskan kenapa ada mimpi yang memiliki makna universal, sehingga bisa berlaku bagi semua orang. Dan ada pula mimpi yang sifatnya pribadi dan hanya berlaku untuk orang yang bermimpi saja. Jung memandang archetype ini sebagai suatu autonomous complex, yaitu suatu bagian dari kekuatan jiwa yang melepaskan diri dan bebas dari kepribadian. Kohnsamm dan B.G Palland, 1984: 92)

Bagi Jung pandangan Freud terlalu menjagokan pandangan seksualitas dan orientasi yang mekanistis-biologis. Jung mengajak psikolog untuk meyakini asumsi dasar yang berbeda, ia menyatakan bahwa manusia selalu terkait erat dengan mitos, hal mistis, metafisis, dan pengalaman religius.


Jung melihat manusia sebagai makhluk biologis yang jiwanya berkait erat dengan pola-pola primordial. Manusia memang memiliki aspek kesadaran dan ketidaksadaran bahkan kumpulan kolektif ketidaksadaran. Dengan adanya ketidaksadaran kolektif, manusia memiliki sifat universal dalam hal sensasi, suara qalbu, pikiran dan perasaan.

 Argumentasi yang diajukan adalah bahwa manusia memiliki nenek moyang yang sama, ras keturunan dari satu induk dan dengan demikian memiliki akar historis yang relatif sama. Evolusi manusia tidak sepenuhnya menghilangkan dasar memori yang terwariskan dari nenek moyang. Jung menyatakan hal tersebut sebagai arketip-arketip (archetypes) yang menjadi dasar dari jiwa manusia.


Persona

Personal autonomous complex atau archetype dipandang oleh Jung sebagai bagian dari dari kekuatan jiwa. Ia menyebutnya sebagai persona, bayang-bayang, anima, dan animus (Kohnsamm dan B.G Palland, 1984: 87-88). Hal-hal inilah yang muncul dalam mimpi, dalam bentuk figur-figur yang dikenal atau tidak dikenal oleh orang yang bermimpi.



Persona adalah wajah yang ditampilkan oleh individu. Persona merupakan kepribadian yang sadar, yang dapat diidentikkan dengan ego-nya Freud. Dalam mimpi, ia muncul dalam bentuk sesosok figur yang melambangkan aku dalam suasana tertentu. Kadang-kadang, dapat berupa seorang tua yang keras, wanita bijak, orang gagah, badut, atau anak kecil. Inilah perilaku dari dari pikiran penghasil mimpi kita. Kadang kala, dalam mimpi, hal ini akan diimbangi dengan sebuah karakter yang memainkan peran yang berlawanan. Contohnya, seseorang yang dalam keadaan sadar sebagai sosok yang bermoral, ketika di dalam mimpi bisa jadi berupa seorang bajingan atau sebaliknya.



Bayang-bayang

Sisi kuat dari kepribadian seorang individu biasanya mendominasi seluruh persona. Aspek-aspek yang lebih lemah dominasinya hanya menjadi baying-bayang diri. Jung mengistilahkannya dengan autonomous complex atau archetype yang lain, yang muncul ke permukaan di dalam mimpi. Kadang-kadang, naluri dan desakan diwujudkan dalam bentuk bayang-bayang, bersama perasaan perasaan negatif dan destruktif. Ia dapat berupa satu sosok yang mengancam, yang menyamar sebagai seseorang yang tidak disukai oleh orang-orang yang bermimpi. Satu cara untuk mengenali bayang-bayang figur di dalam sebuah mimpi adalah dengan mengamati reaksi dan perasaan kita yang paling negatif terhadap seseorang atau suasana tertentu, karena hal yang paling tidak kita sukailah yang membentuk inti dari bayangan tersebut.



Anima dan Animus

Anima dan animus adalah istilah yang dibuat oleh Jung untuk menggambarkan karakteristik dari seks yang berlawanan, yang ada dalam setiap diri laki-laki dan perempuan. Anima adalah sifat kewanitaan yang tersembunyi di dalam diri laki-laki, sedangkan animus adalah sifat kelaki-lakian yang tersembunyi dalam diri perempuan (Kohnsamm dan B.G Palland, 1984: 94-96).


Anima adalah pusat kasih sayang, emosi, naluri, dan intuisi dari sisi kepribadian laki-laki. Archetype ini merupakan bentuk kolektif dari seluruh perempuan yang dikenali oleh seorang laki-laki dalam hidupnya, khususnya ibunya sendiri. Bergabungnya sifat tersebut ke dalam kepribadiannya memungkinkan seorang laki-laki untuk mengembangkan sisi sensitif dari tabiatnya, sehingga memungkinkannya untuk menjadi individu yang tidak terlalu agresif, baik hati, hangat dan penuh pengertian. Memungkiri atau menekan anima mengakibatkan timbulnya sifat keras kepala, keras, kaku, dan bahkan kejam secara fisik maupun emosi.

Animus adalah sisi praktis, independen, percaya diri, dan keberanian mengambil resiko dari kepribadian wanita. Sebagai sebuah archetype, hal ini merupakan bentuk kolektif dari seluruh laki-laki yang dikenal oleh seorang wanita di dalam hidupnya, terutama ayahnya sendiri. Bergabungnya sifat ini ke dalam memungkinkan dirinya untuk menjadi seorang pemimpin, pengelola yang baik, dan pencari nafkah. Namun, jika seorang wanita mengabaikan aspek-aspek ini dalam dirinya, maka ia menjadi cengeng, tergantung, cerewet, dan tidak aman.


Dengan adanya kesepakatan terhadap archetype ini, memungkinkan laki-laki dan wanita dapat memahami dengan lebih baik terhadap lawan jenisnya. Hal ini juga akan memberdayakan mereka untuk memperluas dan mengembangkan kemampuan mereka secara maksimal. Munculnya anima atau animus dalam mimpi seseorang menunjukkan integrasi kepribadian. Oleh Jung, integrasi ini disebut sebagai proses individuasi (Carl Gustav Jung, 1989: 16-17)


Diri yang "Ideal"

Diri, sebagai sebuah archetype mewakili tabiat ideal dan spiritual dari laki-laki dan wanita. Ketika diri muncul di dalam mimpi, biasanya menunjukkan bahwa proses individuasi telah selesai. Dalam mimpi seorang laki-laki, diri muncul sebagai laki-laki tua yang bijak. Dalam mimpi seorang wanita, figur ini berwujud ibu yang agung. Masing-masing dari figur ini memiliki empat aspek yang mewakili empat sifat dari kekuatan jiwa, yakni kecerdasan, emosi, kepraktisan, dan intuisi. Namun sifat-sifat ini juga memiliki aspek positif dan negatifnya (Carl Gustav Jung, 1989: 10).


Keempat aspek ganda dari kewanitaan dan kelelakian tersebut membentuk karakteristik archetype dasar dari seorang individu. Jarang sebuah aspek mendominasi sepenuhnya, namun bila hal itu sampai terjadi, maka dikenali sebagai eksentrisitas. Keseimbangan di antara keempat sifat yang posiif tadi perlu diusahakan, ditambah dengan pengenalan terhadap empat karakteristik yang berlawanan, yang dapat muncul dalam keadaan tertentu



Figur-figur archetype simbolis


Figur-figur yang muncul didalam mimpi mewakili sifat-sifat yang tersembunyi di dalam diri kita. Ini dapat disimbolkan dengan benda atau tokoh. Misalnya, laba-laba betina yang suka menyantap pejantannya ( jenis Black Widow ), menggambarkan aspek negatif dari ibu atau istri. Dongeng tentang pangeran dan puteri yang hidup berbahagia sampai akhir masa, Cinderella, dan Putri Salju, adalah gambaran sifat-sifat romantis. Ketika kita sedang mencari pasangan lain jenis, citra-citra inilah yang menyamar di alam tidur kita, seperti kata ungkapan " pria dan wanita impian" (Kohnsamm dan B.G Palland, 1984: 94 - 96).


Bagi Jung mimpi adalah upaya memanipulasi reaksi terhadap lingkungan dengan persona sebagai pemeran subyek dalam mimpi. Persona dalam mimpi dapat berwujud berbagai bentuk: figur ibu, laki-laki, perempuan ataupun seribu wajah. Persona memang dapat bersandiwara memerankan arketif, berupa bayangbayang (the shadow). Mimpi adalah gambaran adanya arketif-araketif purbakala, seolah-olah mimpi merupakan arena menemukan kembali jati diri kuno sebelum berevolusi. Jika kita mengikuti pendapat Jung, maka boleh jadi seorang bayi yang tidur sambil tersenyum, menggambarkan ia sedang bermimpi hidup di surga, suatu alam sebelum ia lahir ke bumi, karena bagi Jung mimpi indah adalah bayang-bayang pengalaman surgawi.
                                                                                  
Terdapat pula bayang-bayang yang terbentuk dari insting hewani yang terproyeksikan dalam simbol-simbol tertentu. Sebagai misal: perasaan bersalah (dosa) diproyeksikan dalam bentuk mimpi tentang kejahatan atau musuh. Salah satu cara untuk mengenali figur yang digambarkan oleh bayangan dalam mimpi, kita perlu memeriksa reaksi yang paling negatif atau positif perasaan kita pada orang dan lingkungan di sekitar kita, baik figur ayah maupun ibu.

Pemilihan simbol-simbol mimpi dapat berasal dari lingkungan internal dan eksternal. Simbol yang diperoleh dari luar merupakan simbol yang berhasil direkam oleh individu, simbol-simbol ini mudah untuk dimaknai karena terjadi dalam tataran kesadaran. Berbeda dengan simbol-simbol yang diperoleh dari internal, yakni kumpulan kolektif-ketidaksadaran, akan melahirkan mimpi yang mistis, aneh, dan karena tidak biasa menganggapnya sebagai omong kosong.



 Kenyataannya, di dalam mimpi kita melakukan komunikasi dengan diri kita sendiri. Bahasa yang kita pergunakan tidaklah harus simbolik, melainkan imajinatif yang sangat kuno yang hanya dimengerti dengan bahasa sensasi, pikiran, emosi, dan memori kejiwaan arketif. Simbol-simbol arketif ini relatif sama bagi semua manusia, karena kita mengalami masalah kehidupan yang sama, kecemasan, kesulitan, ambisi, keinginan, frustasi, insting, dan dorongan yang kesemuanya diwakili oleh bahasa imajinasi yang sama.

Begitulah teori ringkasnya, yang kalo tidak biasa dengan ilmu psikologi kita perlu berpikir lebih keras.begitu pula saya, haha.. karena bentuk arketipe ini juga masih bermacam-macam juga, sih. sepemahaman saya ajalah
. Oke, terima kasih kalo sudah membaca sampai tulisan ini. Berarti kamu luar biasa… hehe
 Semoga mimpi indah ya.. J



 REFERENSI :

Berbagai Sumber

0 comments:

Post a Comment